Sunday, June 17, 2012


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan tas kresek  atau plastik di negara ini memang sudah tidak bisa dipisahkan. Lihat saja ketika membeli makanan di pasar atau membeli permen kecil di minimarket sampai membeli handphone dengan merk mahal pasti mendapatkan tas plastik. Memang tas plastik tidak memberi dampak langsung terhadap manusia bahkan cenderung membantu manusia, namun di lain sisi tas plastik adalah salah satu polusi bagi alam. Ini dikarenakan tas plastik sangat susah diurai (Andre. 2011).
Maraknya isu mengenai pemanasan global (global warming) dan lingkungan menjadi sebuah permasalahan tersendiri pada abad ini. Salah satu permasalahan penting mengenai lingkungan di dunia ataupun di Indonesia khususnya, adalah mengenai sampah plastik. Data dari Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia menunjukkan bahwa jumlah sampah plastik yang terbuang mencapai 26.500 ton per hari (Suyatma, 2007). Sampah dunia ternyata didominasi oleh sampah plastik dengan persentase 32%. Khusus di Jakarta, jumlah sampah mencapai 6.000 ton per hari. Sekitar 13,25% di antaranya juga merupakan sampah plastik. Dalam setahun, Jakarta bahkan bisa tertimbun 2,2 juta ton sampah. Jumlah ini bisa dipakai membangun 185 Candi Borobudur yang berisi sampah. Menurut data InSWA (Indonesia Solid Waste Association), pemakaian plastik di Indonesia sendiri kini mencapai 3 juta ton per tahun. Ketua InSWA, Sri Bebassari, mengatakan, sejak ditemukan 100 tahun lalu, pemakaian plastik memang melejit. Plastik menggeser kemasan lain karena harganya murah dan bentuknya praktis. Sayang, plastik memiliki sejumlah kelemahan yang jarang disadari masyarakat. “Jika tak digunakan sesuai fungsinya, bahan-bahan kimia dalam plastik juga bisa membahayakan kesehatan (Anonim. 2011). Meningkatnya jumlah sampah plastik ini menjadi sebuah hal yang dapat mengancam kestabilan ekosistem lingkungan, mengingat  plastik yang digunakan saat ini adalah  nonbiodegradable (plastik yang tidak dapat terurai secara biologis). Permasalahan tersebut tidak dengan serta merta dapat terselesaikan melalui pelarangan atau pengurangan penggunaan plastik (Suyatma. 2007).
Melihat dari permasalahan dan data-data di atas, kami mencoba untuk mengambil solusi dengan pemanfaatan bakteri pemakan plastik. Dengan demikian diharapkan jumlah sampah plastik bisa mengalami penurunan dan tetap tidak merugikan pihak-pihak yang memproduksi bahan plastik serta cara yang kami tempuh ramah lingkungan.









Tujuan
1.    Menganalisis aktivitas bakteri pseudomonas dalam menguraikan sampah plastik.
2.    Menganalisis aktivator atau enzim yang mempengaruhi bakteri pseudomonas.
3.    Menganalisis penggunaan enzim dalam meningkatkan aktivitas bakteri pseudomonas.

Manfaat
1.    Sebagai dasar pemberian informasi kepada masyarakat mengenai aktivator yang dapat mempercepat kerja bakteri dalam menguraikan sampah.
2.    Membantu meminimalkan jumlah sampah plastik yang ada di sekitar kita.
3.    Memberi solusi yang ramah lingkungan dalam mengatasi pencemaran lingkungan.
4.    Mengurangi proses pembakaran sampah plastik yang dapat menyebabkan zat-zat beracun dari sampah terlepas ke udara yang kita hirup.
GAGASAN
Plastik adalah bahan yang paling banyak digunakan pada jaman modern ini. Plastik sifatnya praktis, bersih, dan dapat dibentuk menjadi berbagai barang yang amat berguna dan memudahkan keseharian kita.
Walaupun begitu plastik adalah limbah yang disebut-sebut tak dapat terurai, tak ramah lingkungan, dan merupakan limbah paling berbahaya dan merepotkan yang menjadi masalah utama penanganan limbah dunia. Meskipun bisa terurai, plastik membutuhkan waktu hingga ribuan tahun untuk dapat terurai. Inilah yang menyebabkan masyarakat dari kalangan awam hingga para ilmuwan menganggap plastik sebagai limbah yang tak dapat terurai (Anonim, 2010).
Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri polietilen, polistiren, dan polivinil klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa lain penyusun plastik yang disebut plasticizers terdiri: (a) ester asam lemak (oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah. Untuk dapat merombak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik melalui muatan elektrostatik dan mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam atau pada lapisan plastik sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung mudah digunakan, tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat dan daya ulur berkurang (Anonim. 2009). 
Adapun bahaya sampah kantong plastik antara lain :  
1.       Plastik sangat sulit hancur secara alami dan juga sulit didaur ulang. Setiap sampah plastik yang dibuang, baru akan hancur dalam waktu 200-400 tahun!
2.       Walaupun murah bahkan sering diberikan gratis, plastik dibuat dengan menggunakan minyak bumi. Sumber energi yang mulai langka dan sangat dibutuhkan manusia. Di Inggris saja, diperlukan 2 milyar barel minyak untuk industri kantong plastik. Pada akhirnya minyak yang terpakai terbuang sia-sia karena kantong-kantong plastik itu hanya dipakai sekali-dua kali lalu menggunung di tempat penampungan sampah, mencemari lingkungan.
3.       Sampah plastik sangat berbahaya buat beberapa jenis hewan. Di Australia tercatat lebih dari 100.000 hewan yang terdiri dari burung, ikan paus, anjing laut dan kura-kura, mati per tahunnya gara-gara menelan atau terbelit sampah plastik. Parahnya lagi, setelah badan hewan yang mati telah terurai, sampah plastiknya akan terbebas lagi ke alam.
4.       Membakar sampah plastik menyebabkan zat-zat beracun dari sampah terlepas ke udara yang kita hirup. Polusi udara seperti ini punya dampak serius karena melemahkan kekebalan tubuh dan memicu kanker.
5.       Plastik tersusun dari polimer. Dalam proses pembuatannya, ikut dimasukkan sejenis bahan pelembut (plasticizers) supaya plastik bertekstur licin, lentur dan gampang dibentuk. Tapi kalau plastik dipakai buat bungkus makanan, plasticizers bisa mengkontaminasi makanan. Apalagi kalau makanan yang dibungkus masih panas, si plasticizers dan monomer-monomernya makin cepat keluar dan pindah ke makanan lalu masuk dalam tubuh.
6.       Kantong plastik kresek yang biasa kita pakai sehari-hari ternyata mengandung zat karsinogen berbahaya karena berasal dari proses daur ulang yang diragukan kebersihannya. Zat pewarnanya juga bisa meresap ke dalam makanan yang dibungkusnya dan menjadi racun.
7.       Sampah plastik dari sektor pertanian dunia setiap tahunnya mencapai 100 juta ton. Kalau sampah plastik ini dibentangkan, panjangnya bisa membungkus bumi sampai sepuluh kali (Oktaa, 2008).
Salah satu cara yang telah dikembangkan untuk menangani permasalahan sampah saat ini dalam skala mikro hingga makro. Teknologi tersebut dikenal dengan nama incinerator atau alat pembakaran sampah. Teknologi incinerator bekerja dengan cara membakar sampah secara optimal dengan pembakaran sempurna hingga sampah menjadi abu yang ramah lingkungan. Incinerator telah banyak digunakan di berbagai kota di Indonesia, akan tetapi incinerator yang digunakan masih belum optimal, tidak hanya mahal karena harganya sampai milyaran rupiah akan tetapi juga belum dapat menjawab semua permasalahan yang berhubungan dengan sampah dan lingkungan. Umumnya alat ini didatangkan dari luar negeri yang harganya mencapai milyaran rupiah serta membutuhkan tenaga operator maupun teknisi yang terdidik dan terlatih. Incinerator luar ini dalam pengoperasiannya cukup memakan biaya besar karena dalam proses pemusnahan limbah membutuhkan bahan bakar dan listrik yang cukup besar secara kontinyu. Selain itu komponen alat tidak mudah didapatkan dipasaran dalam negeri sehingga cukup merepotkan takala terjadi kerusakan dan perawatan (Alfathoni,G. 2006).
Melihat dari banyaknya akibat yang ditimbulkan dari sampah plastik terutama bahayanya terhadap kesehatan serta belum ditemukannya solusi tepat dan ramah lingkungan dalam mengatasi masalah tersebut, maka dalam Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) ini, kami menawarkan beberapa metode yang harus ditempuh dalam suatu program yaitu aktivator bakteri pengurai plastik sebagai upaya dalam menguraikan sampah plastik. Harapan program ini adalah mampu mengatasi permasalahan semakin tingginya jumlah sampah plastik secara efektif dan efesien serta ramah lingkungan dengan memberdayakan peran bakteri pseudomonas aeuruginosa serta media lainnya dalam  upaya mempercepat proses penguraian sampah plastik.
Pseudomonas merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0.5-0.1 1μm x 1.5- 4.0 μm, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan Gram. Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup berpendarfluor (Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine (Anonim. 2009).
Menurut para ilmuwan bahan plastik yang tertimbun di dalam tanah membutuhkan waktu ribuan tahun baru bisa diuraikan sepenuhnya oleh bakteri. Namun hal itu tidak lagi akan menjadi masalah, karena sudah ditemukan cara agar proses penguraian plastik oleh bakteri bisa dipercepat.
Untuk itu hanya membutuhkan media tanah, ragi dan air, sebagai fermenter atau sarana untuk proses pembusukan. Plastik-plastik yang akan dihancurkan dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tempat berisi tanah, bercampur ragi dan air. Sampah plastik akan hancur dalam waktu yang luar biasa singkat – hanya tiga bulan berdasarkan hasil penelitian untuk jumlah tertentu dibanding perkiraan ilmuwan sekitar 200 hingga 1000 tahun. Ini bukan sulap, tapi merupakan pekerjaan makhluk sangat kecil bernama bakteri Pseudomonas aeuruginosa (Anwariansyah. 2009).
Katalisator adalah zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Dalam sel makhluk hidup, reaksi- reaksi kimia dapat berlangsung dengan cepat karena adanya katalisator hidup atau biokatalisator, yaitu enzim. (Amelia, 2010). Oleh karena itu, untuk mempercepat proses penguraian sampah plastik oleh bakteri pseudomonas ini diperlukan enzim. Enzim laccase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa fenolik seperti dan para--diphenols orto. Enzim laccase secara luas didistribusikan pada tumbuhan tingkat tinggi dan jamur, seperti golongan Ascomycetes dan Deuteromycetes juga telah ditemukan di serangga dan bakteri. Selain itu enzim laccase juga dapat diperoleh dari screening pada jamur yang dapat diperoleh dari tanaman seperti kubis, lobak, bit, apel, asparagus, kentang, pir, dan berbagai sayuran lainnya. (Gaara, 2011)
Produksi laccase dilakukan dengan menggunakan jamur pelapuk putih Marasmius sp. yang diimobilisasi pada bulustru. Bioreaktor yang digunakan adalah bioreaktor imersi berkala termodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu imersi 12 jam menghasilkan laccase dengan aktivitas paling tinggi yaitu mencapai 457,6 U/L, lebih tinggi dibandingkan waktu imersi 15 menit (348,4 U/L) dan waktu imersi 24 jam (281,9 U/L). (Risdianto, H. dkk, 2008).
Selama proses pelaksanaan program ini, kami dapat bekerja sama dengan berbagai pihak yang bersangkutan. Pihak yang dimaksud antara lain LIPI bagian bioteknologi dan Fakultas MIPA yang bertujuan untuk melakukan uji analisa bakteri pseudomonas aeruginosa dengan katalisator enzim lipase. Selain itu, kami juga bekerja sama dengan para peneliti bidang biologi dan mikrobiologi dalam melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap proses katalisator yang diberikan kepada bakteri pseudomonas aeruginosa. Tidak lupa juga pihak dinas lingkungan setempat juga berperan penting dalam implementasi program ini untuk mengatasi masalah sampah plastik yang terus meningkat.
Langkah strategis yang dilakukan dalam program kreativitas ini adalah pertama-tama, memasukkan sejumlah kantong plastik ke dalam sejenis tepung. Berikutnya, menggunakan bahan-kimia rumah tangga biasa, yaitu ragi dan air bersih untuk mendukung kondisi yang akan mendorong pertumbuhan mikroba. Setelah itu ditambahkan bubuk plastik, tanah dan enzim laccase. Kemudian campuran bahan itu ditempatkan dalam alat pengocok pada suhu kamar 30 derajat. Setelah tiga bulan terjadinya peningkatan konsentrasi jumlah mikroba pemakan plastik, dilakukan penyaringan keluar bubuk plastik sisa dan menaruh kultur bakterinya ke dalam tiga botol berisi lembaran-lembaran potongan plastik dari kantong kresek belanja. Sebagai alat kontrol, kita juga menambahkan plastik ke dalam botol-botol berisi air mendidih yang berakibat kultur bakterinya mati.
Setelah beberapa minggu, kita lakukan penimbangan berat lembaran-lembaran plastik. Yang kita harapkan disini terjadinya perbedaan massa. Lembaran-lembaran dalam botol kontrol beratnya tetap. Tetapi lembaran-lembaran plastik yang berada bersama kultur bakteri yang hidup beratnya rata-rata berkurang. Ini menunjukkan bahwa dengan adanya bakteri tersebut dapat menguraikan plastik sehingga massanya menjadi lebih rendah daripada massa pada awalnya.
Dengan demikian diharapkan dengan adanya bantuan enzim laccase ini lebih mempercepat lagi proses penguraian yang dilakukan oleh bakteri terhadap sampah plastik. Mekanismenya yaitu dengan menambahkan enzim laccase, maka kekuatan ikatan polimer pada plastik akan berkurang dengan demikian bakteri pseudomonas aeuruginosa mampu untuk mencerna plastik tersebut. Dalam hal ini bakteri pseudomonas aeuruginosa mendapatkan nutrisi dari proses pencernaan plastik.
Kesimpulan
Gagasan yang diajukan dalam program kreativitas ini adalah program yang berupaya memberikan solusi atas meningkatnya jumlah sampah plastik yang sulit untuk diuraikan melalui activator atau katalisator bakteri pseudomonas aeuriginosa dalam menguraikan plastik. Program ini menawarkan langkah strategisnya dengan menggunakan beberapa media sebagai fermenter sebagai sarana dalam proses penguraian serta memberdayakan peran enzim laccase guna mempercepat reaksi kimia yang dilakukan oleh bakteri pseudomonas aeuruginosa. Mekanismenya yaitu dengan menambahkan enzim laccase, maka kekuatan ikatan polimer pada plastik akan berkurang dengan demikian bakteri pseudomonas aeuruginosa mampu untuk mencerna plastik tersebut. Dalam hal ini bakteri pseudomonas aeuruginosa mendapatkan nutrisi dari proses pencernaan plastik.
Selama proses pelaksanaan program ini, kami dapat bekerja sama dengan berbagai pihak yang bersangkutan. Pihak yang dimaksud antara lain LIPI bagian bioteknologi dan Fakultas MIPA yang bertujuan untuk melakukan uji analisa bakteri pseudomonas aeruginosa dengan katalisator enzim laccase. Selain itu, kami juga bekerja sama dengan para peneliti bidang biologi dan mikrobiologi dalam melakukan pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap proses katalisator yang diberikan kepada bakteri pseudomonas aeruginosa. Tidak lupa juga pihak dinas lingkungan setempat juga berperan penting dalam implementasi program ini untuk mengatasi masalah sampah plastik yang terus meningkat.
 Program ini sangat menguntungkan dan lebih ramah lingkungan bagi pengelola, pelaksana dan institusi yang terkait mengenai lingkungan dibandingkan dengan melakukan proses pembakaran sampah plastik yang tentunya sangat berdampak negatif bagi kesehatan dan mengakibatkan pencemaran lingkungan. Metode ini berpotensi besar mewujudkan IndonesiaGoes Green dan Clean Country.

No comments:

Post a Comment