Sunday, June 4, 2017

Ekowisata



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Sesuai dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 190 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus dikelola secara lestari, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara optimal.
            Sampai saat  ini terdapat 486 unit kawasan konservasi (diantaranya 41 kawasan taman nasional, 16 taman hutan raya, 103 taman wisata alam dan 15 taman buru) yang harus dipertahankan kelestariannya, salah satu cara melestarikan kawasan konservasi dilakukan melalui pemanfaatan kawasan secara berkelanjutan dengan pengembangan ODTWA sesuai ketentuan yang berlaku, demikian juga pemanfaatan terhadap kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.
            Upaya meningkatkan manfaat ODTWA telah dan terus akan dilakukan melalui kerjasama dan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, khususnya dalam bidang perencanaan, pembinaan dan pengembangan ODTWA, agar pembangunan dan pengembangannya dapat terarah dan terpadu.
            Disadari bahwa adanya beberapa kendala dan permasalahan seperti keterbatasan kualitas sumber daya manusia, saran prasarana dan pendukung lainnya dapat menyebabkan pembangunan dan pengembangan kawasan hutan sebagai ODTWA tidak mudah untuk dilaksanakan.
            Agar pembangunan dan pengembangan ODTWA dapat berjalan efektif dan efisien, maka perlu ditetapkan skala prioritas dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan rencana umum tata ruang wilayah propinsi dan hasil pelaksanaan ADO-ODTWA serta ketentuan yang berlaku.
            Dengan penetapan skala prioritas, diharapkan agar ODTWA yang telah ditetapkan untuk dikembangkan dapat dilaksanakan, sehingga data memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan kawasan hutan tetap terjaga kelestariannya.
            Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka dalam rangka pembangunan dan pengembangan ODTWA di masing-masing Propinsi harus didahului Analisis Daerah Operasi (ADO) dan analisis mengenai dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan ekowisata. Disamping itu, usaha masyarakat yang dilakukan di sekitar lokasi objek wisata perlu dilakukan kajian analisis usahanya.

B. Tujuan
1. Mengidentifikasi potensi ekowisata
2. Melakukan interpretasi pengunjung ekowisata
3. Melakukan analisis usaha ekowisata
4. Menghitung daya dukung kawasan
5. Melakukan pemantauan dampak aktivitas pengunjung ekowisata
6. Menyusun strategi pengembangan ekowisata





















BAB II
KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat
            Praktik dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN.BTS) yaitu di lokasi wisata Pasir Berbisik, Savana Teletubbies, Penanjakan, Kawah Bromo dan Ranu Regulo pada tanggal 4 hingga 7 Oktober 2015.

B. Luas dan Letak Wilayah
   Luas kawasan TN.BTS adalah 50.276,20 Ha, terdiri dari50.265,95 Ha daratan dan 10,25 Ha perairan yang berupa danau atau ranu. Secara geografis kawasan TN.BTS terletak antara 70 51" 39' - 80 19" 35' Lintang Selatan dan 1120 47" 44' - 1130 7" 45' Bujur Timur.  Berdasarkan wilayah administrasi  pemerintahan,  TN.BTS termasuk dalam 4 (empat) wilayah kabupaten yakni Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang - Propinsi Jawa Timur.   Batas kawasan taman nasional, sebelah barat : Kabupaten Malang meliputi lima wilayah Kecamatan antara lain  Tirtoyudo, Wajak, Poncokusumo, Tumpang dan Jabung,  sebelah timur : Kabupaten Probolinggo meliputi Kecamatan Sumber dan Kabupaten Lumajang wilayah Kecamatan Gucialit dan Senduro, sebelah utara : Kabupaten Pasuruan wilayah Kecamatan Tutur, Tosari, Puspo dan Lumbang. Kabupaten Probolinggo wilayah Kecamatan Lumbang dan Sukapura, sebelah selatan : Kabupaten Malang antara lain wilayah Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo, serta Kabupaten Lumajang wilayah Kecamatan Pronojiwo danCandipuro.
Kawasan TN-BTS berada pada ketinggian 750 - 3.676 meter dari permukaan laut, keadaan topografinya bervariasi dari bergelombang dengan lereng yang landai sampai berbukit bahkan bergunung dengan derajat kemiringan yang tegak. Formasi kawasan TN-BTS merupakan hasil gunung api kuarter muda sampai kuarter tua. Jenis tanah di TN.BTS adalah regosol dan latosol. Bahan jenis tanah ini adalah abu dan pasir vulkanis intermedier sampai basis dengan sifat permiabilitas sangat rapat dan lapisan teratas sangat peka terhadap erosi. Warna tanah mulai dari kelabu, coklat, coklat kekuning-kuningan sampai putih, dengan tekstur tanah pada umumnya pasir sampai lempung berdebu dengan struktur lepas atau berbutir tunggal serta konsistensinya lepas atau teguh dan keras.
Suhu udara di kawasan TN-BTS berkisar antara 50  sampai 220 C. Suhu terendah terjadi pada saat dini hari dipuncak musim kemarau antara 30- 50 C bahkan di beberapa tempat sering bersuhu di bawah 00 C (minus), khususnya di Ranu Kumbolo dan Puncak Mahameru. Sedangkan suhu maximum berkisar antara 200 - 220 C.
Iklim dalam kawasan TNBTS menurut klasifilasi iklim Schmidt Ferguson (1951) yaitu:
-  Tipe A daerah Semeru bagian Tenggara.
-  Tipe B daerah Semeru bagian Selatan, Puncak, dan lereng Semeru bagian Timur.
-  Tipe C daerah Argowulan, Penanjakan, Keciri, Blok Argosari, Ranu Kumbolo, dan Jambangan.
-  Tipe D daerah Laut Pasir, Ngadas, Ranupani, blok Watu Pecah sampai dengan Poncokusumo.                 
            TNBTS mempunyai lebih dari 50 (lima puluh) sungai/mata air dan 5 (empat) ranu/danau di dalam kawasan TNBTS yakni Ranu Pani, Darungan, Regulo, Kumbolo dan Ranu Kuning. Untuk memasuki dan mencapai TNBTS dapat ditempuh melalui 4 (empat) pintu masuk kota, yaitu Pasuruan, Malang, Probolinggo, dan Lumajang.  Jalan masuk dapat dilalui kendaraan roda 4 maupun  roda 2, namun khusus untuk kendaraan bis hanya dapat melalui Tongas hingga Cemorolawang atau Porbolinggo hingga Cemorolawang saja.  Sedangkan untuk wisata pendakian Gunung Semeru, semua jenis kendaraan hanya diperbolehkan hingga Ranupani saja.















BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan (observasi) pada praktek ekowisata yang dilakukan dari tanggal 4-7 Oktober 2015 berlokasi di zona pemanfaatan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tepatnya di Seksi Cemorolawang dengan lokasi di Pasir berbisik, Savana Teletubbies, Penanjakan, Kawah Bromo, dan di Resort Ranu pane dengan lokasi di Danau Ranu Regulo yang dapat dilihat pada peta berikut ini :
Gambar 1. Peta Lokasi Praktek di Seksi Cemorolawang






Kawasan yang menjadi fokus pengamatan dapat dilihat pada gambar berikut ini :
 
 Gambar 5. Danau Ranu Regulo Regulo

Gambar 4. Penanjakan

Gambar 2. Pasir Berbisik                                     Gambar 3. Kawah Bromo                                          

Observasi difokuskan pada beberapa hal yang dijabarkan sebagai berikut :
A.  Identifikasi Potensi Ekowisata
Identifikasi potensi ODTWA bertujuan untuk menyediakan informasi awal guna mengembangkan kawasan objek ekowisata, menetapkan skala prioritas pembangunan dan pengembangan ODTWA, meningkatkan PNPB dan pendapatan masyarakat serta menjadikan lokasi ekowisata sebagai media pengenalan lingkungan dan konservasi.
Pada observasi yang telah kami lakukan terhadap potensi ODTWA di kawasan Pasir Berbisik, Savana Teletubbies, Penanjakan, Kawah Bromo, dan Danau Ranu Regulo memberikan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Nilai Indeks Kelayakan
No
Lokasi
Nilai Indeks Kelayakan
Kriteria
1.
Pasir Berbisik
79,26 %
Layak
2.
Savana Teletubbies
81,91 %
Layak
3.
Penanjakan
81,11 %
Layak
4.
Kawah Bromo
79,17 %
Layak
5.
Danau Regulo
73,2 %
Layak

            Menurut Karsudi dkk ( 2010) bahwa tingkat kelayakan > 66,6% adalah  layak. Hal ini berarti bahwa pada lima kawasan tersebut memang sudah memiliki kriteria yang sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Tetapi dalam hal ini perlu dikaji kembali mengenai masalah yang timbul dalam pelaksanaannya ke depan sehingga terdapat upaya antisipasi sehingga kelestarian kawasan dari segi potensi dan manajemen pengelolaannya pada kelima kawasan tersebut dapat selalu dipertahankan dengan baik agar potensi ekowisata di setiap kawasan tersebut memiliki daya tarik dan nilai jual yang tinggi bagi pihak pengelola dalam hal ini adalah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

B.  Interpretasi Pengunjung Ekowisata
          Interpretasi bertujuan untuk memberikan informasi kepada pengunjung mengenai obyek wisata yang dikunjungi dan meningkatkan kepuasan pengunjung serta meningkatkan pengetahuan. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan di lapangan, obyek interpretasi kami lakukan di kawah Bromo, meliputi sejarah kawasan, potensinya, aspek konservasi, dan himbauan kepada pengunjung. Materi interpretasi yang kami lakukan meliputi hal-hal sebagi berikut :
B.1. Sejarah Kawasan
          Cerita tentang Kawah Bromo berasal dari legenda Joko Seger dan Roro Anteng. Mereka ingin mempunyai keturuan dan mereka pergi ke gunung suci/Gunung Brahma utnuk meminta keturunan disana dan keduanya berjanji ketika mereka diberikan keturunan, maka mereka akan memberikan kepada Gunung Brahma. Tetapi ternyata setelah mereka mempunyai 25 anak, Roro Anteng dan Joko Seger lupa dengan janji mereka. Gunung Brahma akhirnya marah dan meminta anak mereka sampai matahari terbit sampai tenggelam dan disanggupi oleh Roro Anteng. Tetapi dia khawatir dan Roro Anteng menumbuk padi pada malam hari seolah-olah fajar telah tiba dan merenungi rasa sialnya Rasa kesal, marah, dan emosi dan akhirnya tempurung kepala yang digunakan untuk mengeruk pasir dilemparkannya serta jatuh tertelungkup disamping Gunung Brahma serta beralih menjadi Gunung Brahma dan setelah itu tempurung kelapa dilemparkan ke dalam gunung tersebut hingga menjadi kawah yang sekarang ini menjadi kawah Bromo. Sedangkan secara geografis, Gunung Brahma mengeluarkan lava yang lama kelamaan tertimbun menjadi kawah Bromo.
B.2. Potensi Kawasan
          Potensi kawasan yang ada di Kawah Bromo meliputi pemandangan kawah yang berisi belerang, wisata berkuda, dan berfoto yang dapat dikembangkan dengan baik menjadi suatu destinasi ekowista yang memiliki daya tarik yang tinggi sehingga mampu menarik pengunjung.
B.3.  Aspek Konservasi
          Aspek konservasi Kawah Bromo adalah pemanfaatan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru secara lestari sehingga diharapkan dengan adanya aktifitas wisata yang berwawasan lingkungan akan menumbuhkan kesadaran konservasi pengunjung untuk menjaga kawasan agar tetap lestari (sustainable).
B.4. Himbauan Kepada Pengunjung
          Himbauan kepada pengunjung antara lain agar tidak melakukan vandalisme pada fasilitas di kawasan wisata dan membuang sampah sembarangan dan perlu dilakukan pembuatan jalur/rute yang berbeda antara pengunjung dan jasa kuda  pada fasilitas di sekitar kawah Bromo.
          Kegiatan interpretasi yang dilakukan di kawasan taman nasional seharusnya dilakukan oleh sumberdaya manusia yang betul-betul memahami mengenai aturan-aturan berwisata di kawasan konservasi, sehingga pengunjung dapat melakukan aktifitas wisata yang dapat meminimalisir ancaman gangguan terhadap kawasan. Namun dalam praktek observasi yang telah kami lakukan, jumlah sumberdaya manusia sebagai tenaga interpretasi di TNBTS belum sesuai dengan jumlah pengunjung yang datang ke kawasan wisata dan kondisi interpreter yang ada di TNBTS hanya berada di kawasan Penanjakan dan kawasan pendakian. Sedangkan pada kawasan wisata yang lain tidak kami jumpai. Saran yang dapat kami sampaikan terkait interpretasi adalah bahwa diperlukan jumlah sumberdaya manusia yang lebih banyak lagi yang berasal dari pengelola TNBTS dalam rangka mengimbangi jumlah wisatawan/pengunjung yang banyak, agar pengunjung dapat mengetahui mengenai aktifitas wisata yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi yang dipersyaratkan di dalam kawasan konservasi.

C.  Analisis Usaha Ekowisata
       Ekowisata merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Prinsip usaha ekowisata antara lain mengurangi dampak negatif usaha, membangun kepedulian atas lingkungan dan budaya, memberika keuntungan finansial, memberikan keleluasaan kepada pengunjung untuk menikmati atraksi wisata, dan melibatkan setiap masyarakat dalam pengelolaan ekowisata.
Dalam perkembangan kegiatan wisata di kawasan TNBTS, dapat kita katakan bahwa kegiatan tersebut belum sepenuhnya menunjukkan beberapa prinsip ekowisata, bahkan telah menjadi mass tourism yang menurut pengakuan para pengelola, mereka mengalami kesulitan dalam mengendalikan perilaku pengunjung dan masyarakat yang melakukan kegiatan usaha di beberapa objek wisata di kawasan TNBTS.
Mata pencaharian sebagian besar mata pencaharian penduduk suku Tengger adalah sebagai petani. Mereka bertani khusus di bidang sayur-sayuran karena sesuai dengan keadaan alam lingkungan tempat tinggal mereka yang ada di pegunungan. Hasil pertanian mereka adalah kol, kentang, wortel, terong, sawi, dan sebagainya. Selain sebagai petani masyarakat tengger juga ada yang bekerja di bidang lain, seperti beternak, berdagang, sopir, pegawai swasta maupun pemerintahan, dan lain sebagainya namun jumlahnya relatif kecil.
Adapun batasan lokasi pengamatan kami batasi beberapa tempat yaitu : Pasir Berbisik, Bukit Teletubbies, Penanjakan, Kawah Bromo, Ranu Regulo.Pengamatan Langsung ke ODTWA TNBTS yang kami lakukan adalah untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat sekitar Kawasan TNBTS, dengan menggunakan instrumen kuesioner yang ditujukan kepada : Masyarakat Pelaku Usaha, Pengunjung, dan Pengelola Kawasan.
Adapun tujuan dari penyebaran kuisioner adalah sebagai berikut :
1.        Responden Pengunjung
Tujuan             :
ü  Untuk mendapatkan informasi mengenai jenis produk; barang/ jasa yang dibutuhkan Pengunjung
ü  Mengetahui bagaimana cara pemenuhan kebutuhannya,
ü  Menilai tingkat  kewajaran dari pengenaan harga kepada pengunjung,
ü  Mengetahui sejauhmana  pengunjung dan penyedia telah menggunakan media (Teknologi Informasi) dan/ atau jasa mediator.

2.         Responden Masyarakat/ Pelaku Usaha Ekowisata
Tujuan           :
ü  Untuk mengetahui sejauhmana masyarakat di sekitar lokasi ekowisata dapat menilai    dan memanfaatkan peluang pasar. Dengan menggunakan pendekatan product oriented atau market oriented/ demand driven.
ü  Untuk mengetahui sejauhmana usaha yang dilakukan oleh masyarakat telah memenuhi standar perizinan usaha
ü  Strategi apa yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan usaha

3.    Responden Petugas (Pengelola TNBTS)
Tujuan :
ü  Mendapatkan data dan informasi tentang peraturan atau bentuk kebijakan lain yang dikeluarkan TNBTS dalam mendukung, mengatur kegiatan usaha masyarakat dalam kegiatan ekowisata.
ü  Mendapatkan data dan informasi terkait fasilitasi sarana/ prasarana bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan usaha ekowisata.

Berdasarkan hasil pengamatan melalui wawancara, secara umum  diperoleh gambaran sebagai berikut :
1.    Belum adanya keragaman produk barang yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar dalam mengolah hasil pertanian menjadi makanan dengan berbagai bentuk pengemasan yang lebih kreatif.
2.    Permintaan barang/ jasa yang dipasarkan baru hanya berdasarkan permintaan pengunjung untuk memenuhi kebutuhan terkait iklim lokal, belum bisa memaksimalkan segenap potensi kreatifitas dan pengembangan produk-produk baik berupa barang maupun jasa.
3.    Dari produk barang yang dihasilkan terutama yang berbentuk handycraft belum dapat memanfaatkan segenap kekhasan daerah terkait budaya dan kearifan lokal setempat.

            C.1. Gambaran Peluang Usaha Ekowisata di Kawasan TNBTS
     Penilaian Potensi usaha ekowisata dititikberatkan pada seberapa tinggi nilai peluang dari berbagai komoditas yang dapat disediakan oleh masyarakat/ penyedia layanan. Dengan menggunakan dua pendekatan yaitu product oriented dan market oriented/ demand driven. Menggunakan pendekatan produk beraerti menekankan pada upaya penggalian potensi kreatifitas masyarakat dalam menghasilkan berbagai produk sesuai dengan kemampuan (skill), dan ketersediaan sumberdaya yang ada pada mereka.
1.    Produk Berupa Barang
Dari beberapa produk yang kami temukan, ada beberapa yang memiliki prospek cukup meyakinkan untuk dapat dikembangkan menjadi produk unggulan dengan beberapa kekuatan yang memiliki nilai manfaat yang lebih besar untuk peningkatan pendapatan masyarakat, juga sebagai upaya yang prinsipil dalam memenuhi aspek konservasi kawasan. Hal ini dapat kami catat beberapa produk yang berupa makanan yang tidak dikemas dengan bahan baku plastik.
Adapun beberapa contoh produk sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :
a.      Aneka Jenis Olahan Makanan dan Minuman
ü  Kopi
ü  Pisang
ü  Jagung
ü  Kentang
ü  Sayur-sayuran
ü  Aneka Jenis Buah-buahan
ü  Jahe
ü  Susu
b.      Pakaian dan Perlengkapan Pengunjung
Pakaian dan beberapa perlengkapan pengunjung yang merupakan penunjang dari kehiatan wisata pengunjung menjadi salah satu produk yang saat ini masih menduduki peringkat pertama dari sekian banyak produk yang dibutuhkan pengunjung. Ini membuktikan bahwa adanya peluang yang sangat besar bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan itu. Namun sayangnya, untuk memenuhi kebutuhan tersebut masyarakat memiliki keterbatasan keahlian dalam membuat produk, karena dimaklumi bahwa untuk membuatnya diperlukan kecakapan khusus, alat-alat produksi (mesin), dan jaringan supply bahan baku yang sebagian harus didatangkan dari tempat lain.
Dalam konteks penilaian peluang usaha, masyarakat sebenarnya telah memiliki peluang yang sangat besar yaitu demand. Ketika kebutuhannya sudah di depan mata, maka tinggal meningkatkan kapasitas masyarakat penyedia untuk memiliki skill khusus dalam membuat produknya.
c.       Berbagai Jenis Kerajinan Tangan dan Karya Seni
Memperhatikan karakter budaya masyarakat sekitar kawasan TNBTS yang sebagian besar adalah masyarakat adat Tengger, tentunya meiliki nilai keunikan dan eksotisme tersendiri yang mana hal ini merupakan kekuatan utama dalam menghasilkan suatu produk yang bernilai seni. Keuntungan dari sebuah karya seni salah satunya adalah karena penetapan harganya akan sangat ditentukan dari tingkat citarasa konsumennya, ketertarikan dan kecintaan, serta tingkat apresiasi calon pembeli.
Nilai keunggulan dari komoditas tersebut kami yakini memenuhi kedua aspek peluang tadi yaitu pendekatan produk dan pasar. Masyarakat dapat membentuk proses supply and demand yang tentunya akan lebih mendatangkan semakin banyak keuntungan dan semakin banyak pelaku usaha baru. Kami melihat antusiasme pengunjung baik domestik maupun manca negara begitu besar terhadap produk yang berbasis local uniqueness. Beberapa olahan dari produk-produk  tersebut masih memungkinkan untuk dikembangkan dengan kreatifitas dan skill dari masyarakat sebagai penyedia untuk memenuhi selera pasar dan kebutuhan pengunjung dengan “bantuan” kondisi kewilayahan dengan suhu yang rendah, momentum yang tepat seperti pada saat pagi hari setelah menyaksikan fenomena alam sunrise, akan memicu kebutuhan makanan lebih banyak dibandingkan dengan kondisi di tempat lain.
2.      Produk Berbentuk Jasa
Produk yang berupa jasa dalam pengelolaan usaha ekowisata adalah berbagai bentuk layanan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pengunjung selama melakukan kegiatan wisata. Pemenuhan terhadap kebutuhan pengujung inilah yang pada akhirnya menimbulkan permintaan dan penawaran di suatu lokasi/ objek wisata. Di lokasi ekowisata dalam lingkup kawasan TNBTS kami menemukan beberapa jenis layanan yang munculnya permintaan akan dipengaruhi beberapa hal, antara lain :
ü Kesiapan Pengunjung
ü Keterbatasan kemampuan pengunjung
ü Kondisi Alam di Kawasan Ekowisata
ü Lamanya Kunjungan
Memperhatikan beberapa hal tersebut diatas kami menilai adanya upaya masyarakat dalam menjawab kebutuhan pengunjung yang diindikasikan dengan adanya beberapa produk layanan seperti : Hotel, Home Stay, Laundry, Jasa Transportasi, Guide dan Interpreter, Berbagai bentuk persewaan terkait kebutuhan pengunjung dalam menghadapi kondisi alam di kawasan.



            Dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan ini diperoleh beberapa hal sebagai masukan baik bagi masyarakat, pengunjung, maupun pengelola TNBTS, antara lain :
ü  Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
ü  Peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
ü  Rehabilitasi lahan melalui keterpaduan program dan pelaksanaan dengan swasta dan masyarakat
ü  Peningkatan produktivitas lahan untuk menghasilkan bahan makanan yang ditujukan untuk kebutuhan masyarakat dan pengunjung ekowisata.
ü  Peningkatan daya dukung lahan masyarakat atau lingkungan tertentu, yang saat ini sedang berada dalam keadaan kritis.
ü  Menyempurnakan prasarana dasar dan sarana pendukung lainnya di wilayah ODTWA agar mampu mengatasi perilaku pengunjung ekowisata.
ü  Menumbuhkan dan meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk berpartisipasi aktif dalam pengembangan konservasi dan usaha ekowisata.
ü  Mengembangkan segmen pasar ekowisata bersama usaha pariwisata dengan membuat direktori ODTWA secara lebih detail sehingga mampu “memanggil” minat khusus dari pengunjung ekowisata.
ü  Menetapkan lokasi ekowisata yang berdasarkan penelitian merupakan daerah yang perlu dibuat perencanaannya lebih lanjut
ü  Menyusun kebijakan strategis pengembangan ekowisata yang secara komprehensif dapat memadukan berbagai sumberdaya dari beberapa Lembaga Pemerintah, privat sector yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat keberhasilan dari upaya pembinaan kawasan ekowisata.

D. Daya Dukung Kawasan
Penentuan daya dukung kawasan dimaksudkan utnuk mengetahui kemampuan kawasan dalam menampung jumlah pengunjung dan aktifitas kegiatannya. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada kawasan Penanjakan diperoleh hasil sebagai berikut :
       Kawasan Penanjakan memiliki luas 1356 m2. Setiap harinya dibuka selama 12 jam. Rata-rata setiap pengunjung memiliki waktu 3 jam. Di kawasan penanjakan digunakan faktor koreksi lamanya penyinaran matahari dan huan, sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan. Setiap hari secara normal penyinaran matahari selama 6 jam dari jam 6 pagi sampai jam 6 sore. Pukul 11.00 s/d 13.00, matahri bersinar cukup intensif sehingga membuat pengunjung merasa kepanasan. Di samping itu kawasan Penanjakan sering terjadi hujan, yaitu 6 bulan hujan dalam setahun (Anonim, 2007) yang biasa terjadi antara jam 12.00 s/d jam 16.00, menyebabkan penyinaran intensif berkurang, sehingga hanya antara jam 06.00 s/d jam 12.00 saja. Kawasan Penanjakan tidak cukup memiliki sumberdaya untuk mengelola keseluruhan kegiatan ekowisata, sehingga tingkat kemampuan manajemen hanya 30 % saja dari minimal yang dipersyaratkan.
       Berdasarkan pemaparan di atas didapatkan daya dukung fisik di kawasan Penanjakan sebesar 665, 4 kunjungan per hari. Sedangkan daya dukung riil adalah 2217, 87 kunjungan per hari. Sehingga disimpulkan bahwa di kawasan tersebut terjadi over capacity. Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya dampak seperti banyaknya sampah, vandalisme, dan ketidaknyamanan saat menikmati keindahan obyek wisata, dan kerusakan vegetasi. Hal ini dapat diantisipasi dengan cara menyeragamkan tarif karcis masuk ke dalam kawasan dan jumlahnya sesuai dengan jumlah pengunjung yang masuk ke dalam kawasan sesuai dengan daya dukung yang ada, sehingga diharapkan dampak yang timbul dapat diminimalkan.

E. Pengelolaan Dampak Aktivitas Pengunjung Ekowisata
Pengelolaan dampak menjadi bagian penting dalam pengembangan dan pengelolaan suatu objek wisata untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan persyaratan dari obyek wisata dan pengunjung. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan oleh kelompok satu, didapatkan hasil sebagai berikut :
1.    Pasir Berbisik
   a. Banyak sampah yang berserakan.
b. Kerusakan pada batu-batu disekitar
c. Kebisingan suara dari kendaraan
2.    Savana
a.  Kerusakan vegetasi
b. Banyak sampah
c. Banyak kotoran kuda
3.    Penanjakan
a. Sampah yang berserakan
b. Vandalisme
c. Tidak adanya pengaturan pengunjung sehingga mengakibatkan ketidakteraturan pada areal parkir.
d. Kurangnya ketersediaan tempat ibadah
e .Kurangnya keamanan bagi pengunjung
4.    Kawah Bromo
a. Polusi kotoran kuda, debu pasir, dan kendaraan
b. Sampah
c. Vandalisme (tulisan, ukiran pada batu)
d. Pengikisan pada tepi kawah
5. Ranu Regulo
     a. Banyaknya sampah
     b. Vandalisme pada fasilitas wisata
Vandalisme dan sampah dapat dilihat pada gambar berikut ini :
              






Gambar 6. Sampah                                   Gambar 7. Vandalisme

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kerusakan yang ditimbulkan berasal dari aktifitas pengunjung yang melakukan kegiatan di kawasan wisata. Hal ini disebabkan kurangnya fasilitas yang disediakan oleh pihak pengelola obyek wisata. Upaya yang dilakukan adalah dengan menambah fasilitas di lokasi baik dari sisi kualitas dan kuantitasnya agar pengunjung mendapatkan kenyamanan ketika menikmati ODTWA di kawasan wisata yang dikunjunginya.



























BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah disampaikan, maka kami dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.    Berdasarkan hasil identifikasi potensi terhadap ODTWA yang telah dilakukan didapatkan nilai indeks kelayakan yang sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan di dalam suatu kawasan ekowisata, sehingga hal ini perlu dipertahankan dengan baik agar kelestarian kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada umumnya dan kawasan ekowisata khususnya selalu lestari(sustainable).
2.    Dalam upaya mendukung pelaksanaan kegiatan ekowisata di TNBTS,maka diperlukan penambahan jumlah sumberdaya manusia sebagai tenaga interpreter yang berperan dalam memberikan informasi kepada pengunjung mengenai kondisi kawasan, aktifitas yang seharusnya dilakukan, dan larangan atau himbauan yang seharusnya dilakukan oleh pengunjung sehingga pengunjung memahami dengan benar tentang aturan berwisata di dalam kawasan konservasi.
3.    Usaha ekowisata menyaratkan adanya keseimbangan antara misi pemberdayaan masyarakat melalui berbagai bentuk usaha, dengan misi kelestarian lingkungan yang dalam upaya konkretnya adalah mempertahankan daya dukung lingkungan di kawasan yang dijadikan ODTWA. Pentingnya kebijakan yang tegas dalam mengendalikan perilaku konsumen, yang meliputi kegiatan wisata di dalam kawasan. Adanya kebijakan/ regulasi yang konkret diharapkan dapat mendorong tumbuhnya usaha masyarakat dalam menyikapi kebutuhan pengunjung, tetapi tetap dalam komitmen bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan.
4.    Daya dukung kawasan di TNBTS secara umum menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan daya dukung yang diperbolehkan, sehingga perlu adanya upaya yang bertujuan untuk membuat agar kondisi daya dukung kawasannya sesuai dengan yang dipersyaratkan guna meminimalkan dampak terhadap lingkungan.
5.    Dampak yang ditimbulkan akibat aktifitas pengunjung di kawasan ekowisata dapat diminimalisir dengan cara memperbaiki kualitas dan kuantitas fasilitasnya sehingga pengunjung merasakan kenyamanan dalam menikmati ODTWA yang ada.


B. REKOMENDASI
            Rekomendasi yang dapat disampaiakan pada pengelola di kawasan TNBTS terkait kegiatan ekowisata antara lain :
1.    Diperlukan suatu upaya pengembangan destinasi ODTWA yang lebih baik lagi pada kawasan ekowisata di TNBTS walaupun hasil indeks kelayakannya berada pada kriteria yang layak untuk dikembangkan agar keberlangsungan pengelolaan ODTWA dapat terus dipertahankan dengan baik.
2.    Diperlukan tenaga interpreter yang berasal dari pengelola TNBTS agar dapat memberikan informasi kepada pengunjung mengenai aktifitas wisata yang sesuai dengan kaidahkaidah yang dipersyaratkan di kawasan konservasi.
3.    Diperlukan suatu pengembangan produk barang, dengan peningkatan keragaman hasil-hasil olahan berbagai jenis makanan yang bahan bakunya juga dikembangkan oleh masyarakat setempat sehingga membentuk pola supply and demand yang saling menguntungkan dan saling menghidupi, pengembangan produk perlu ditunjang dengan peningkatan kemampuan (skill) masyarakat dalam mengolah beberapa komoditas sehingga menjadi produk unggulan yang memiliki kekhasan dan daya jual yang tinggi, dan perlunya penggalian kreatifitas masyarakat dalam menghasilkan beberapa produk yang bernilai seni tradisional untuk memenuhi kebutuhan pengunjung akan benda-benda dan/ atau kegiatan hiburan yang bernilai seni.
4.    Diperlukan suatu analisis terhadap daya dukung kawasan secara menyeluruh di kawasan wisata di TNBTS agar peruntukan kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata sesuai dengan daya dukungnya sehingga dapat meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan.           

No comments:

Post a Comment