BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sesuai
dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 190 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya dan Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus dikelola secara lestari,
sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara optimal.
Sampai
saat ini terdapat 486 unit kawasan
konservasi (diantaranya 41 kawasan taman nasional, 16 taman hutan raya, 103
taman wisata alam dan 15 taman buru) yang harus dipertahankan kelestariannya,
salah satu cara melestarikan kawasan konservasi dilakukan melalui pemanfaatan
kawasan secara berkelanjutan dengan pengembangan ODTWA sesuai ketentuan yang
berlaku, demikian juga pemanfaatan terhadap kawasan hutan lindung dan kawasan
hutan produksi.
Upaya
meningkatkan manfaat ODTWA telah dan terus akan dilakukan melalui kerjasama dan
koordinasi dengan berbagai pihak terkait, khususnya dalam bidang perencanaan,
pembinaan dan pengembangan ODTWA, agar pembangunan dan pengembangannya dapat
terarah dan terpadu.
Disadari
bahwa adanya beberapa kendala dan permasalahan seperti keterbatasan kualitas
sumber daya manusia, saran prasarana dan pendukung lainnya dapat menyebabkan
pembangunan dan pengembangan kawasan hutan sebagai ODTWA tidak mudah untuk
dilaksanakan.
Agar
pembangunan dan pengembangan ODTWA dapat berjalan efektif dan efisien, maka
perlu ditetapkan skala prioritas dalam pelaksanaannya dengan memperhatikan
rencana umum tata ruang wilayah propinsi dan hasil pelaksanaan ADO-ODTWA serta
ketentuan yang berlaku.
Dengan
penetapan skala prioritas, diharapkan agar ODTWA yang telah ditetapkan untuk
dikembangkan dapat dilaksanakan, sehingga data memberikan manfaat yang optimal
bagi masyarakat dan kawasan hutan tetap terjaga kelestariannya.
Mengingat
hal-hal tersebut di atas, maka dalam rangka pembangunan dan pengembangan ODTWA
di masing-masing Propinsi harus didahului Analisis Daerah Operasi (ADO) dan
analisis mengenai dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan ekowisata. Disamping
itu, usaha masyarakat yang dilakukan di sekitar lokasi objek wisata perlu
dilakukan kajian analisis usahanya.
B.
Tujuan
1.
Mengidentifikasi potensi ekowisata
2.
Melakukan interpretasi pengunjung ekowisata
3.
Melakukan analisis usaha ekowisata
4.
Menghitung daya dukung kawasan
5.
Melakukan pemantauan dampak aktivitas pengunjung ekowisata
6.
Menyusun strategi pengembangan ekowisata
BAB
II
KEADAAN
UMUM LOKASI PRAKTIK
A.
Waktu dan Tempat
Praktik
dilaksanakan di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN.BTS) yaitu di
lokasi wisata Pasir Berbisik, Savana Teletubbies, Penanjakan, Kawah Bromo dan
Ranu Regulo pada tanggal 4 hingga 7 Oktober 2015.
B.
Luas dan Letak Wilayah
Luas kawasan TN.BTS adalah 50.276,20 Ha,
terdiri dari50.265,95 Ha daratan dan 10,25 Ha perairan yang berupa danau atau
ranu. Secara geografis kawasan TN.BTS terletak antara 70 51"
39' - 80 19" 35' Lintang Selatan dan 1120 47"
44' - 1130 7" 45' Bujur Timur.
Berdasarkan wilayah administrasi
pemerintahan, TN.BTS termasuk
dalam 4 (empat) wilayah kabupaten yakni Kabupaten Malang, Pasuruan,
Probolinggo, dan Lumajang - Propinsi Jawa Timur. Batas kawasan taman nasional, sebelah barat : Kabupaten Malang
meliputi lima wilayah Kecamatan antara lain
Tirtoyudo, Wajak, Poncokusumo, Tumpang dan Jabung, sebelah
timur : Kabupaten Probolinggo meliputi Kecamatan Sumber dan Kabupaten
Lumajang wilayah Kecamatan Gucialit dan Senduro, sebelah utara : Kabupaten Pasuruan wilayah Kecamatan Tutur, Tosari,
Puspo dan Lumbang. Kabupaten Probolinggo wilayah Kecamatan Lumbang dan
Sukapura, sebelah selatan : Kabupaten
Malang antara lain wilayah Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo, serta Kabupaten
Lumajang wilayah Kecamatan Pronojiwo danCandipuro.
Kawasan TN-BTS
berada pada ketinggian 750 - 3.676 meter dari permukaan laut, keadaan
topografinya bervariasi dari bergelombang dengan lereng yang landai sampai
berbukit bahkan bergunung dengan derajat kemiringan yang tegak. Formasi kawasan
TN-BTS merupakan hasil gunung api kuarter muda sampai kuarter tua. Jenis tanah
di TN.BTS adalah regosol dan latosol. Bahan jenis tanah ini adalah abu dan
pasir vulkanis intermedier sampai basis dengan sifat permiabilitas sangat rapat
dan lapisan teratas sangat peka terhadap erosi. Warna tanah mulai dari kelabu,
coklat, coklat kekuning-kuningan sampai putih, dengan tekstur tanah pada
umumnya pasir sampai lempung berdebu dengan struktur lepas atau berbutir
tunggal serta konsistensinya lepas atau teguh dan keras.
Suhu
udara di kawasan TN-BTS berkisar antara 50 sampai 220 C. Suhu terendah terjadi
pada saat dini hari dipuncak musim kemarau antara 30- 50
C bahkan di beberapa tempat sering bersuhu di bawah 00 C (minus),
khususnya di Ranu Kumbolo dan Puncak Mahameru. Sedangkan suhu maximum berkisar
antara 200 - 220 C.
Iklim dalam kawasan TNBTS menurut klasifilasi iklim Schmidt Ferguson
(1951) yaitu:
-
Tipe A daerah Semeru bagian Tenggara.
-
Tipe B daerah Semeru bagian Selatan, Puncak, dan
lereng Semeru bagian Timur.
-
Tipe C daerah Argowulan, Penanjakan, Keciri, Blok
Argosari, Ranu Kumbolo, dan Jambangan.
-
Tipe D daerah Laut Pasir, Ngadas, Ranupani, blok Watu
Pecah sampai dengan Poncokusumo.
TNBTS mempunyai lebih dari 50 (lima
puluh) sungai/mata air dan 5
(empat) ranu/danau di dalam kawasan TNBTS yakni Ranu Pani, Darungan, Regulo,
Kumbolo dan Ranu Kuning. Untuk memasuki
dan mencapai TNBTS dapat ditempuh melalui 4 (empat) pintu masuk kota, yaitu
Pasuruan, Malang, Probolinggo, dan Lumajang.
Jalan masuk dapat dilalui kendaraan roda 4 maupun roda 2, namun khusus untuk kendaraan bis
hanya dapat melalui Tongas hingga Cemorolawang atau Porbolinggo hingga
Cemorolawang saja. Sedangkan untuk wisata
pendakian Gunung Semeru, semua jenis kendaraan hanya diperbolehkan hingga
Ranupani saja.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan (observasi) pada praktek
ekowisata yang dilakukan dari tanggal 4-7 Oktober 2015 berlokasi di zona pemanfaatan
kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) tepatnya di Seksi
Cemorolawang dengan lokasi di Pasir berbisik, Savana Teletubbies, Penanjakan,
Kawah Bromo, dan di Resort Ranu pane dengan lokasi di Danau Ranu Regulo yang
dapat dilihat pada peta berikut ini :
Gambar 1. Peta
Lokasi Praktek di Seksi Cemorolawang
Kawasan yang menjadi fokus pengamatan dapat dilihat
pada gambar berikut ini :
Gambar 5. Danau Ranu
Regulo Regulo
|
Gambar 4. Penanjakan
|
Observasi difokuskan pada beberapa
hal yang dijabarkan sebagai berikut :
A. Identifikasi
Potensi Ekowisata
Identifikasi potensi ODTWA bertujuan untuk menyediakan informasi
awal guna mengembangkan kawasan objek ekowisata, menetapkan skala prioritas
pembangunan dan pengembangan ODTWA, meningkatkan PNPB dan pendapatan masyarakat
serta menjadikan lokasi ekowisata sebagai media pengenalan lingkungan dan
konservasi.
Pada observasi yang telah kami lakukan terhadap potensi ODTWA di
kawasan Pasir Berbisik, Savana Teletubbies, Penanjakan, Kawah Bromo, dan Danau
Ranu Regulo memberikan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Nilai Indeks Kelayakan
No
|
Lokasi
|
Nilai Indeks Kelayakan
|
Kriteria
|
1.
|
Pasir Berbisik
|
79,26 %
|
Layak
|
2.
|
Savana Teletubbies
|
81,91 %
|
Layak
|
3.
|
Penanjakan
|
81,11 %
|
Layak
|
4.
|
Kawah Bromo
|
79,17 %
|
Layak
|
5.
|
Danau Regulo
|
73,2 %
|
Layak
|
Menurut Karsudi
dkk ( 2010) bahwa tingkat kelayakan > 66,6% adalah layak. Hal ini berarti bahwa pada lima kawasan
tersebut memang sudah memiliki kriteria yang sesuai untuk dikembangkan menjadi
kawasan ekowisata. Tetapi dalam hal ini perlu dikaji kembali mengenai masalah
yang timbul dalam pelaksanaannya ke depan sehingga terdapat upaya antisipasi
sehingga kelestarian kawasan dari segi potensi dan manajemen pengelolaannya
pada kelima kawasan tersebut dapat selalu dipertahankan dengan baik agar
potensi ekowisata di setiap kawasan tersebut memiliki daya tarik dan nilai jual
yang tinggi bagi pihak pengelola dalam hal ini adalah Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru.
B. Interpretasi
Pengunjung Ekowisata
Interpretasi bertujuan untuk memberikan informasi kepada
pengunjung mengenai obyek wisata yang dikunjungi dan meningkatkan kepuasan
pengunjung serta meningkatkan pengetahuan. Berdasarkan hasil pengamatan yang
telah kami lakukan di lapangan, obyek interpretasi kami lakukan di kawah Bromo,
meliputi sejarah kawasan, potensinya, aspek konservasi, dan himbauan kepada
pengunjung. Materi interpretasi yang kami lakukan meliputi hal-hal sebagi
berikut :
B.1. Sejarah Kawasan
Cerita tentang Kawah Bromo berasal
dari legenda Joko Seger dan Roro Anteng. Mereka ingin mempunyai keturuan dan
mereka pergi ke gunung suci/Gunung Brahma utnuk meminta keturunan disana dan
keduanya berjanji ketika mereka diberikan keturunan, maka mereka akan
memberikan kepada Gunung Brahma. Tetapi ternyata setelah mereka mempunyai 25
anak, Roro Anteng dan Joko Seger lupa dengan janji mereka. Gunung Brahma
akhirnya marah dan meminta anak mereka sampai matahari terbit sampai tenggelam
dan disanggupi oleh Roro Anteng. Tetapi dia khawatir dan Roro Anteng menumbuk
padi pada malam hari seolah-olah fajar telah tiba dan merenungi rasa sialnya
Rasa kesal, marah, dan emosi dan akhirnya tempurung kepala yang digunakan untuk
mengeruk pasir dilemparkannya serta jatuh tertelungkup disamping Gunung Brahma
serta beralih menjadi Gunung Brahma dan setelah itu tempurung kelapa
dilemparkan ke dalam gunung tersebut hingga menjadi kawah yang sekarang ini
menjadi kawah Bromo. Sedangkan secara geografis, Gunung Brahma mengeluarkan
lava yang lama kelamaan tertimbun menjadi kawah Bromo.
B.2. Potensi Kawasan
Potensi kawasan yang ada di Kawah
Bromo meliputi pemandangan kawah yang berisi belerang, wisata berkuda, dan
berfoto yang dapat dikembangkan dengan baik menjadi suatu destinasi ekowista
yang memiliki daya tarik yang tinggi sehingga mampu menarik pengunjung.
B.3. Aspek Konservasi
Aspek konservasi Kawah Bromo adalah
pemanfaatan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru secara
lestari sehingga diharapkan dengan adanya aktifitas wisata yang berwawasan
lingkungan akan menumbuhkan kesadaran konservasi pengunjung untuk menjaga
kawasan agar tetap lestari (sustainable).
B.4. Himbauan Kepada Pengunjung
Himbauan kepada pengunjung antara lain
agar tidak melakukan vandalisme pada fasilitas di kawasan wisata dan membuang sampah
sembarangan dan perlu dilakukan pembuatan jalur/rute yang berbeda antara
pengunjung dan jasa kuda pada fasilitas
di sekitar kawah Bromo.
Kegiatan interpretasi yang dilakukan
di kawasan taman nasional seharusnya dilakukan oleh sumberdaya manusia yang
betul-betul memahami mengenai aturan-aturan berwisata di kawasan konservasi,
sehingga pengunjung dapat melakukan aktifitas wisata yang dapat meminimalisir
ancaman gangguan terhadap kawasan. Namun dalam praktek observasi yang telah
kami lakukan, jumlah sumberdaya manusia sebagai tenaga interpretasi di TNBTS
belum sesuai dengan jumlah pengunjung yang datang ke kawasan wisata dan kondisi
interpreter yang ada di TNBTS hanya berada di kawasan Penanjakan dan kawasan
pendakian. Sedangkan pada kawasan wisata yang lain tidak kami jumpai. Saran
yang dapat kami sampaikan terkait interpretasi adalah bahwa diperlukan jumlah
sumberdaya manusia yang lebih banyak lagi yang berasal dari pengelola TNBTS
dalam rangka mengimbangi jumlah wisatawan/pengunjung yang banyak, agar
pengunjung dapat mengetahui mengenai aktifitas wisata yang sesuai dengan
kaidah-kaidah konservasi yang dipersyaratkan di dalam kawasan konservasi.
C. Analisis
Usaha Ekowisata
Ekowisata merupakan cara yang efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Prinsip usaha ekowisata antara lain
mengurangi dampak negatif usaha, membangun kepedulian atas lingkungan dan
budaya, memberika keuntungan finansial, memberikan keleluasaan kepada
pengunjung untuk menikmati atraksi wisata, dan melibatkan setiap masyarakat
dalam pengelolaan ekowisata.
Dalam
perkembangan kegiatan wisata di kawasan TNBTS, dapat kita katakan bahwa
kegiatan tersebut belum sepenuhnya menunjukkan beberapa prinsip ekowisata,
bahkan telah menjadi mass tourism
yang menurut pengakuan para pengelola, mereka mengalami kesulitan dalam
mengendalikan perilaku pengunjung dan masyarakat yang melakukan kegiatan usaha
di beberapa objek wisata di kawasan TNBTS.
Mata pencaharian sebagian besar
mata pencaharian penduduk suku Tengger adalah sebagai petani. Mereka bertani
khusus di bidang sayur-sayuran karena sesuai dengan keadaan alam lingkungan
tempat tinggal mereka yang ada di pegunungan. Hasil pertanian mereka adalah
kol, kentang, wortel, terong, sawi, dan sebagainya. Selain sebagai petani
masyarakat tengger juga ada yang bekerja di bidang lain, seperti beternak,
berdagang, sopir, pegawai swasta maupun pemerintahan, dan lain sebagainya namun
jumlahnya relatif kecil.
Adapun batasan
lokasi pengamatan kami batasi beberapa tempat yaitu : Pasir Berbisik, Bukit Teletubbies, Penanjakan, Kawah Bromo,
Ranu Regulo.Pengamatan Langsung ke ODTWA TNBTS yang kami lakukan adalah untuk
mendapatkan data dan informasi mengenai kegiatan usaha yang dilakukan oleh
masyarakat sekitar Kawasan TNBTS, dengan menggunakan instrumen kuesioner yang
ditujukan kepada : Masyarakat Pelaku Usaha, Pengunjung, dan Pengelola Kawasan.
Adapun tujuan dari penyebaran kuisioner adalah sebagai
berikut :
1.
Responden
Pengunjung
Tujuan
:
ü
Untuk
mendapatkan informasi mengenai jenis produk; barang/ jasa yang dibutuhkan
Pengunjung
ü
Mengetahui
bagaimana cara pemenuhan kebutuhannya,
ü
Menilai
tingkat kewajaran dari pengenaan harga
kepada pengunjung,
ü
Mengetahui
sejauhmana pengunjung dan penyedia telah
menggunakan media (Teknologi Informasi) dan/ atau jasa mediator.
2.
Responden
Masyarakat/ Pelaku Usaha Ekowisata
Tujuan :
ü
Untuk
mengetahui sejauhmana masyarakat di sekitar lokasi ekowisata dapat menilai dan memanfaatkan peluang pasar. Dengan
menggunakan pendekatan product oriented atau market oriented/ demand driven.
ü
Untuk
mengetahui sejauhmana usaha yang dilakukan oleh masyarakat telah memenuhi
standar perizinan usaha
ü
Strategi
apa yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan usaha
3.
Responden
Petugas (Pengelola TNBTS)
Tujuan :
ü
Mendapatkan
data dan informasi tentang peraturan atau bentuk kebijakan lain yang
dikeluarkan TNBTS dalam mendukung, mengatur kegiatan usaha masyarakat dalam
kegiatan ekowisata.
ü
Mendapatkan
data dan informasi terkait fasilitasi sarana/ prasarana bagi masyarakat dalam
melakukan kegiatan usaha ekowisata.
Berdasarkan
hasil pengamatan melalui wawancara, secara umum
diperoleh gambaran sebagai berikut :
1.
Belum
adanya keragaman produk barang yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar dalam
mengolah hasil pertanian menjadi makanan dengan berbagai bentuk pengemasan yang
lebih kreatif.
2.
Permintaan
barang/ jasa yang dipasarkan baru hanya berdasarkan permintaan pengunjung untuk
memenuhi kebutuhan terkait iklim lokal, belum bisa memaksimalkan segenap
potensi kreatifitas dan pengembangan produk-produk baik berupa barang maupun
jasa.
3.
Dari
produk barang yang dihasilkan terutama yang berbentuk handycraft belum dapat memanfaatkan segenap kekhasan daerah terkait
budaya dan kearifan lokal setempat.
C.1. Gambaran Peluang Usaha Ekowisata di Kawasan TNBTS
Penilaian
Potensi usaha ekowisata dititikberatkan pada seberapa tinggi nilai peluang dari
berbagai komoditas yang dapat disediakan oleh masyarakat/ penyedia layanan.
Dengan menggunakan dua pendekatan yaitu product
oriented dan market oriented/ demand
driven. Menggunakan pendekatan produk beraerti menekankan pada upaya
penggalian potensi kreatifitas masyarakat dalam menghasilkan berbagai produk
sesuai dengan kemampuan (skill), dan
ketersediaan sumberdaya yang ada pada mereka.
1. Produk Berupa Barang
Dari beberapa
produk yang kami temukan, ada beberapa yang memiliki prospek cukup meyakinkan
untuk dapat dikembangkan menjadi produk unggulan dengan beberapa kekuatan yang
memiliki nilai manfaat yang lebih besar untuk peningkatan pendapatan
masyarakat, juga sebagai upaya yang prinsipil dalam memenuhi aspek konservasi
kawasan. Hal ini dapat kami catat beberapa produk yang berupa makanan yang
tidak dikemas dengan bahan baku plastik.
Adapun
beberapa contoh produk sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Aneka Jenis Olahan Makanan dan Minuman
ü
Kopi
ü
Pisang
ü
Jagung
ü
Kentang
ü
Sayur-sayuran
ü
Aneka
Jenis Buah-buahan
ü
Jahe
ü
Susu
b. Pakaian dan Perlengkapan Pengunjung
Pakaian dan beberapa perlengkapan pengunjung yang merupakan
penunjang dari kehiatan wisata pengunjung menjadi salah satu produk yang saat
ini masih menduduki peringkat pertama dari sekian banyak produk yang dibutuhkan
pengunjung. Ini membuktikan bahwa adanya peluang yang sangat besar bagi
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan itu. Namun sayangnya, untuk memenuhi
kebutuhan tersebut masyarakat memiliki keterbatasan keahlian dalam membuat
produk, karena dimaklumi bahwa untuk membuatnya diperlukan kecakapan khusus,
alat-alat produksi (mesin), dan jaringan supply bahan baku yang sebagian harus
didatangkan dari tempat lain.
Dalam konteks penilaian peluang usaha, masyarakat sebenarnya
telah memiliki peluang yang sangat besar yaitu demand. Ketika kebutuhannya
sudah di depan mata, maka tinggal meningkatkan kapasitas masyarakat penyedia
untuk memiliki skill khusus dalam membuat produknya.
c. Berbagai Jenis Kerajinan Tangan dan Karya Seni
Memperhatikan karakter budaya masyarakat sekitar kawasan TNBTS yang
sebagian besar adalah masyarakat adat Tengger, tentunya meiliki nilai keunikan
dan eksotisme tersendiri yang mana hal ini merupakan kekuatan utama dalam
menghasilkan suatu produk yang bernilai seni. Keuntungan dari sebuah karya seni
salah satunya adalah karena penetapan harganya akan sangat ditentukan dari
tingkat citarasa konsumennya, ketertarikan dan kecintaan, serta tingkat
apresiasi calon pembeli.
Nilai keunggulan dari komoditas tersebut
kami yakini memenuhi kedua aspek peluang tadi yaitu pendekatan produk dan
pasar. Masyarakat dapat membentuk proses
supply and demand yang tentunya akan lebih mendatangkan semakin banyak
keuntungan dan semakin banyak pelaku usaha baru. Kami melihat antusiasme
pengunjung baik domestik maupun manca negara begitu besar terhadap produk yang
berbasis local uniqueness. Beberapa
olahan dari produk-produk tersebut masih
memungkinkan untuk dikembangkan dengan kreatifitas dan skill dari masyarakat
sebagai penyedia untuk memenuhi selera pasar dan kebutuhan pengunjung dengan
“bantuan” kondisi kewilayahan dengan suhu yang rendah, momentum yang tepat
seperti pada saat pagi hari setelah menyaksikan fenomena alam sunrise, akan memicu kebutuhan makanan
lebih banyak dibandingkan dengan kondisi di tempat lain.
2. Produk Berbentuk Jasa
Produk yang berupa jasa dalam pengelolaan usaha ekowisata
adalah berbagai bentuk layanan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pengunjung selama melakukan kegiatan wisata. Pemenuhan terhadap kebutuhan
pengujung inilah yang pada akhirnya menimbulkan permintaan dan penawaran di
suatu lokasi/ objek wisata. Di lokasi ekowisata dalam lingkup kawasan TNBTS
kami menemukan beberapa jenis layanan yang munculnya permintaan akan
dipengaruhi beberapa hal, antara lain :
ü
Kesiapan
Pengunjung
ü
Keterbatasan
kemampuan pengunjung
ü
Kondisi
Alam di Kawasan Ekowisata
ü
Lamanya
Kunjungan
Memperhatikan beberapa hal tersebut
diatas kami menilai adanya upaya masyarakat dalam menjawab kebutuhan pengunjung
yang diindikasikan dengan adanya beberapa produk layanan seperti : Hotel, Home
Stay, Laundry, Jasa Transportasi, Guide dan Interpreter, Berbagai bentuk
persewaan terkait kebutuhan pengunjung dalam menghadapi kondisi alam di
kawasan.
Dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan ini diperoleh beberapa hal sebagai masukan baik bagi
masyarakat, pengunjung, maupun pengelola TNBTS, antara lain :
ü Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya
ü Peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
ü Rehabilitasi lahan melalui keterpaduan program dan pelaksanaan dengan
swasta dan masyarakat
ü Peningkatan produktivitas lahan untuk menghasilkan bahan makanan yang
ditujukan untuk kebutuhan masyarakat dan pengunjung ekowisata.
ü Peningkatan daya dukung lahan masyarakat atau lingkungan tertentu, yang
saat ini sedang berada dalam keadaan kritis.
ü Menyempurnakan prasarana dasar dan sarana pendukung lainnya di wilayah
ODTWA agar mampu mengatasi perilaku pengunjung ekowisata.
ü
Menumbuhkan dan meningkatkan kapasitas lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk berpartisipasi aktif
dalam pengembangan konservasi dan usaha ekowisata.
ü
Mengembangkan segmen pasar ekowisata bersama usaha pariwisata
dengan membuat
direktori ODTWA secara lebih detail sehingga mampu “memanggil” minat khusus
dari pengunjung ekowisata.
ü
Menetapkan lokasi ekowisata yang berdasarkan penelitian
merupakan daerah yang perlu dibuat perencanaannya lebih lanjut
ü
Menyusun kebijakan strategis pengembangan ekowisata yang secara komprehensif dapat memadukan berbagai
sumberdaya dari beberapa Lembaga Pemerintah, privat sector yang pada akhirnya
dapat meningkatkan tingkat keberhasilan dari upaya pembinaan kawasan ekowisata.
D. Daya Dukung Kawasan
Penentuan daya dukung kawasan dimaksudkan utnuk mengetahui
kemampuan kawasan dalam menampung jumlah pengunjung dan aktifitas kegiatannya.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada kawasan Penanjakan
diperoleh hasil sebagai berikut :
Kawasan Penanjakan memiliki luas 1356 m2.
Setiap harinya dibuka selama 12 jam. Rata-rata setiap pengunjung memiliki waktu
3 jam. Di kawasan penanjakan digunakan faktor koreksi lamanya penyinaran
matahari dan huan, sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan. Setiap
hari secara normal penyinaran matahari selama 6 jam dari jam 6 pagi sampai jam
6 sore. Pukul 11.00 s/d 13.00, matahri bersinar cukup intensif sehingga membuat
pengunjung merasa kepanasan. Di samping itu kawasan Penanjakan sering terjadi
hujan, yaitu 6 bulan hujan dalam setahun (Anonim, 2007) yang biasa terjadi
antara jam 12.00 s/d jam 16.00, menyebabkan penyinaran intensif berkurang,
sehingga hanya antara jam 06.00 s/d jam 12.00 saja. Kawasan Penanjakan tidak
cukup memiliki sumberdaya untuk mengelola keseluruhan kegiatan ekowisata,
sehingga tingkat kemampuan manajemen hanya 30 % saja dari minimal yang
dipersyaratkan.
Berdasarkan pemaparan di atas didapatkan
daya dukung fisik di kawasan Penanjakan sebesar 665, 4 kunjungan per hari.
Sedangkan daya dukung riil adalah 2217, 87 kunjungan per hari. Sehingga
disimpulkan bahwa di kawasan tersebut terjadi over capacity. Kondisi tersebut menyebabkan timbulnya dampak
seperti banyaknya sampah, vandalisme, dan ketidaknyamanan saat menikmati
keindahan obyek wisata, dan kerusakan vegetasi. Hal ini dapat diantisipasi
dengan cara menyeragamkan tarif karcis masuk ke dalam kawasan dan jumlahnya
sesuai dengan jumlah pengunjung yang masuk ke dalam kawasan sesuai dengan daya
dukung yang ada, sehingga diharapkan dampak yang timbul dapat diminimalkan.
E. Pengelolaan
Dampak Aktivitas Pengunjung Ekowisata
Pengelolaan dampak menjadi bagian penting dalam pengembangan dan
pengelolaan suatu objek wisata untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan dan
persyaratan dari obyek wisata dan pengunjung. Berdasarkan hasil observasi yang
telah dilakukan oleh kelompok satu, didapatkan hasil sebagai berikut :
1.
Pasir
Berbisik
a. Banyak sampah yang
berserakan.
b. Kerusakan pada batu-batu disekitar
c. Kebisingan suara dari kendaraan
2.
Savana
a. Kerusakan vegetasi
b. Banyak
sampah
c. Banyak
kotoran kuda
3.
Penanjakan
a. Sampah
yang berserakan
b.
Vandalisme
c. Tidak adanya pengaturan pengunjung sehingga mengakibatkan
ketidakteraturan pada areal parkir.
d.
Kurangnya ketersediaan tempat ibadah
e
.Kurangnya keamanan bagi pengunjung
4.
Kawah
Bromo
a. Polusi
kotoran kuda, debu pasir, dan kendaraan
b. Sampah
c. Vandalisme
(tulisan, ukiran pada batu)
d.
Pengikisan pada tepi kawah
5. Ranu Regulo
a. Banyaknya sampah
b. Vandalisme pada
fasilitas wisata
Vandalisme dan sampah dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 6.
Sampah
Gambar 7. Vandalisme
Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kerusakan yang
ditimbulkan berasal dari aktifitas pengunjung yang melakukan kegiatan di
kawasan wisata. Hal ini disebabkan kurangnya fasilitas yang disediakan oleh
pihak pengelola obyek wisata. Upaya yang dilakukan adalah dengan menambah
fasilitas di lokasi baik dari sisi kualitas dan kuantitasnya agar pengunjung
mendapatkan kenyamanan ketika menikmati ODTWA di kawasan wisata yang dikunjunginya.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah disampaikan, maka kami dapat menyimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1.
Berdasarkan
hasil identifikasi potensi terhadap ODTWA yang telah dilakukan didapatkan nilai
indeks kelayakan yang sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan di dalam suatu
kawasan ekowisata, sehingga hal ini perlu dipertahankan dengan baik agar
kelestarian kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada umumnya
dan kawasan ekowisata khususnya selalu lestari(sustainable).
2.
Dalam
upaya mendukung pelaksanaan kegiatan ekowisata di TNBTS,maka diperlukan
penambahan jumlah sumberdaya manusia sebagai tenaga interpreter yang berperan
dalam memberikan informasi kepada pengunjung mengenai kondisi kawasan,
aktifitas yang seharusnya dilakukan, dan larangan atau himbauan yang seharusnya
dilakukan oleh pengunjung sehingga pengunjung memahami dengan benar tentang
aturan berwisata di dalam kawasan konservasi.
3.
Usaha
ekowisata menyaratkan adanya keseimbangan antara misi pemberdayaan masyarakat
melalui berbagai bentuk usaha, dengan misi kelestarian lingkungan yang dalam
upaya konkretnya adalah mempertahankan daya dukung lingkungan di kawasan yang
dijadikan ODTWA. Pentingnya kebijakan yang tegas dalam
mengendalikan perilaku konsumen, yang meliputi kegiatan wisata di dalam
kawasan. Adanya kebijakan/ regulasi yang konkret diharapkan dapat mendorong
tumbuhnya usaha masyarakat dalam menyikapi kebutuhan pengunjung, tetapi tetap
dalam komitmen bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan.
4.
Daya
dukung kawasan di TNBTS secara umum menunjukkan hasil yang tidak sesuai dengan
daya dukung yang diperbolehkan, sehingga perlu adanya upaya yang bertujuan
untuk membuat agar kondisi daya dukung kawasannya sesuai dengan yang
dipersyaratkan guna meminimalkan dampak terhadap lingkungan.
5.
Dampak
yang ditimbulkan akibat aktifitas pengunjung di kawasan ekowisata dapat
diminimalisir dengan cara memperbaiki kualitas dan kuantitas fasilitasnya
sehingga pengunjung merasakan kenyamanan dalam menikmati ODTWA yang ada.
B. REKOMENDASI
Rekomendasi yang dapat disampaiakan pada
pengelola di kawasan
TNBTS terkait kegiatan
ekowisata antara lain :
1.
Diperlukan
suatu upaya pengembangan destinasi ODTWA yang lebih baik lagi pada kawasan
ekowisata di TNBTS walaupun hasil indeks kelayakannya berada pada kriteria yang
layak untuk dikembangkan agar keberlangsungan pengelolaan ODTWA dapat terus
dipertahankan dengan baik.
2.
Diperlukan
tenaga interpreter yang berasal dari pengelola TNBTS agar dapat memberikan
informasi kepada pengunjung mengenai aktifitas wisata yang sesuai dengan
kaidahkaidah yang dipersyaratkan di kawasan konservasi.
3.
Diperlukan
suatu pengembangan produk barang, dengan
peningkatan keragaman hasil-hasil olahan berbagai jenis makanan yang bahan
bakunya juga dikembangkan oleh masyarakat setempat sehingga membentuk pola supply and demand yang saling menguntungkan
dan saling menghidupi, pengembangan produk perlu ditunjang
dengan peningkatan kemampuan (skill) masyarakat dalam mengolah beberapa
komoditas sehingga menjadi produk unggulan yang memiliki kekhasan dan daya jual
yang tinggi, dan perlunya penggalian kreatifitas
masyarakat dalam menghasilkan beberapa produk yang bernilai seni tradisional
untuk memenuhi kebutuhan pengunjung akan benda-benda dan/ atau kegiatan hiburan
yang bernilai seni.
4.
Diperlukan
suatu analisis terhadap daya dukung kawasan secara menyeluruh di kawasan wisata
di TNBTS agar peruntukan kawasan yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata sesuai
dengan daya dukungnya sehingga dapat meminimalkan dampak negatif yang
ditimbulkan.
No comments:
Post a Comment